Mantan Menteri Perhubungan Jusman Syafi'i Djamal khawatir kebijakan mobil murah ramah lingkungan (LCGC) tak tepat sasaran. Dia menilai, orang kaya berpotensi menganggapnya seperti investasi membeli sepeda motor. Artinya, mobil murah akan menjadi kendaraan kedua atau ketiga, dan berujung pada pertambahan kepadatan mobil di jalanan.
"Saya kira perdebatan mobil murah, yang ditakutkan orang bikin mobil murah seperti motor, satu keluarga punya lebih dari satu. Akibatnya mengisi ruang publik, maka itu tidak tepat," ujarnya di Jakarta, Minggu (29/9).
Pria yang kini menjadi pengamat transportasi itu menganggap makna murah seharusnya ada pada aspek biaya operasional. Sehingga konsumen lebih irit bahan bakar.
Alhasil, Jusman mendesak pemerintah serius mengatur agar pengguna mobil LCGC membeli bahan bakar non-subsidi. Bisa juga, kendaraan yang dibanderol minimal Rp 76 juta per unit itu diwajibkan membeli bahan bakar gas atau nabati.
"Jadi low cost car itu seharusnya biaya operasionalnya murah. Kalau menggunakan BBM subsidi pasti tidak murah, karena LCGC seharusnya mobil yang emisi gas buangnya rendah. Bahan bakarnya kalau bisa gas atau nabati," kata Jusman.
Di masa mendatang, Jusman juga menyarankan pemerintah serius mengatur penggunaan BBM subsidi. Kendaraan roda empat milik pribadi harus secara bertahap dilarang membeli premium atau solar bersubsidi.
Nantinya, subsidi negara dialihkan untuk sektor transportasi umum. Jika tarif angkutan umum murah, niscaya orang tak akan melirik kendaraan pribadi.
"Subsidi BBM untuk angkutan umum lebih masuk akal, untuk bus, kereta, sehingga biaya tiket lebih murah," tandasnya.
Pria yang kini menjadi pengamat transportasi itu menganggap makna murah seharusnya ada pada aspek biaya operasional. Sehingga konsumen lebih irit bahan bakar.
Alhasil, Jusman mendesak pemerintah serius mengatur agar pengguna mobil LCGC membeli bahan bakar non-subsidi. Bisa juga, kendaraan yang dibanderol minimal Rp 76 juta per unit itu diwajibkan membeli bahan bakar gas atau nabati.
"Jadi low cost car itu seharusnya biaya operasionalnya murah. Kalau menggunakan BBM subsidi pasti tidak murah, karena LCGC seharusnya mobil yang emisi gas buangnya rendah. Bahan bakarnya kalau bisa gas atau nabati," kata Jusman.
Di masa mendatang, Jusman juga menyarankan pemerintah serius mengatur penggunaan BBM subsidi. Kendaraan roda empat milik pribadi harus secara bertahap dilarang membeli premium atau solar bersubsidi.
Nantinya, subsidi negara dialihkan untuk sektor transportasi umum. Jika tarif angkutan umum murah, niscaya orang tak akan melirik kendaraan pribadi.
"Subsidi BBM untuk angkutan umum lebih masuk akal, untuk bus, kereta, sehingga biaya tiket lebih murah," tandasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar