Jumat, 01 Maret 2013

Pantaskah Ibukota Pindah ke Borneo?

foto banjir jakarta

Layakkah ibukota negara pindah ke Borneo? Ada beberapa alasan dari para pengamat dan para pakar yang patut dipertimbangkan:
  1. Borneo secara langsung berbatasan darat dengan Malaysia. Selama ini, sering terjadi konflik dengan Malaysia di perbatasan. Jika ibukota pindah Borneo akan lebih ketat pengamanan terhadap aset-aset negara seperti hutan, tambang, minyak, dan pulau-pulau sekitar dari tangan-tangan yang tidak bertanggung jawab. Karena selama ini, tangan-tangan hukum pemerintah terbatas dan tidak menjangkau daerah pelosok yang masih menjadi bagian wilayah negara ini.  
  2. Selama ini gue rasa pembangunan masih kurang merata. Pembangunan gedung sekolah saja masih terjadi sentralisasi, apalagi berbicara masalah penegakan hukum dan peningkatan taraf hidup bangsa? Masih jauh untuk menjadi sebuah negara maju. Masa dari tahun ke tahun negara ini selalu menyandang predikat sebagai negara berkembang melulu? Diharapkan konflik-konflik sosial yang selama ini tidak memberikan rasa aman akan reda dengan pindahnya ibukota negara ke Borneo, sehingga beban pemerintahan lebih ringan dan mampu menjalankan perekonomian dan hukum yang berpihak kepada rakyat.
  3. Jadikan Kota Jakarta sebagai pusat bisnis saja tidak merangkap sebagai ibukota negara. Hal ini untuk mengantisipasi laju urbanisasi. Dikalangan masyarakat banyak yang beranggapan bahwa mencari uang di ibukota negara lebih gampang, padahal profesi mereka malah menjadi pengemis, pengamen, gelandangan, dan preman, tinggal di bawah jembatan, bantaran sungai, dan perkampungan kumuh. Masa wajah ibukota negara seperti itu? Akhirnya hal ini menjadi problematika Jokowi dalam memimpin ibukota. Janji Pak Gubernur Jokowi waktu kampanye yang akan membangun rumah susun bagi warga perkampungan kumuh, dan menyetujui upah buruh naik drastis, secara tak langsung akan mengundang urbanisasi; niat masyarakat untuk tinggal di Jakarta semakin besar, karena mereka merasa terakomodasi untuk menetap di Jakarta. Jadi kepada Pak Presiden SBY, solusinya adalah pindah ibukota negara. Biarkan Jakarta sebagai pusat bisnis saja dan biarkan warga asli Jakarta bebas dari beban kemacetan.
  4. Jadikan Borneo de yure sebagai pusat pemerintahan negara dan de facto sebagai pusat konservasi dunia. Tempatkan satu atau dua departemen/kementerian pusat di masing-masing provinsi. Dengan lain perkataan, tempatkan satu kantor pusat kementerian di Jakarta dan sisanya di provinsi-provinsi lain. Hal ini perlu dilakukan guna mendukung pemerataan pembangunan peningkatan taraf hidup di semua sektor. Dan lagi, agar gedung-gedung pencakar langit tidak terakumulasi di Borneo yang langsung tak langsung dapat mengganggu keseimbangan lingkungan dan ekosistem. Memang, permalahannya adalah membutuhkan dana besar untuk pemindahan atau pengalihan kantor-kantor pusat kementerian ini, maka tarik saja uang negara yang telah di korupsi, jangan dibiarkan koruptor bebas untuk tidak mengembalikan uang negara karena sebenarnya itu merupakan uang hak rakyat untuk membangun negara ini.
  5. Pemberlakukan pelat nomor kendaraan genap ganjil dan perbaikan sarana prasarana transportasi gue rasa juga belum mampu mengurai kemacetan di Jakarta. Justru memunculkan oknum nepotisme dan modus korupsi baru. Pindahnya ibukota negara dapat menjadi solusi mengurangi kemacetan Jakarta. Karena tidak lagi semua urusan bisnis, pemerintahan, dan kenegaraan bertumpu di Jakarta. Imbasnya adalah kota-kota besar selain Jakarta dapat menjadi pusat bisnis pula. Kantor-kantor pusat Kementerian yang tersebar di setiap provinsi juga bakal mampu mengakomodir permasalahan langsung di lapangan; efek samping lainnya yaitu para pegawainya tidak lagi berlomba-lomba untuk menduduki jabatan dan tinggal di Jakarta yang sudah penuh sesak.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar